Monday, April 17, 2017

Petualangan Seru di Pantai Sepanjang 12 KM di Pulau Karakelang Talaud



Pesisir Timur pulau Karakelang di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara menyimpan sejuta pesona alam nan indah. Hamparan pasir halus sepanjang 12 kilometer memberi pemandangan eksotis bak surga tersembunyi di negeri ini.

Pantai yang berhadapan langsung dengan lautan pasific ini memiliki lebar sekitar 60 hingga 80 kilometer jika sedang surut. Melewati empat desa, aktivitas warga yang menyatu dengan alam semakin menambah keindahan Pesisir Timur pulau yang masuk pada deretan kepulauan terluar Indonesia ini. 


Dan yang tak kalah serunya adalah sensasi berpetualang di pantai ini dengan sepeda motor. Mengarungi pantai ini dengan motor, menjadi petualangan tak terlupakan bagi para petualang.
Dari Melonguane, Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud, terlebih dulu harus ke Kecamatan Beo dengan waktu berkendara sekitar 60 menit. Ada transportasi lokal yakni mobil khusus untuk ke Beo dari Melonguane. 
Di Beo, sewalah jasa ojek. Harga sewa per hari Rp 50 ribu, belum dengan jasa sewa pengendara dan BBM. Jika menggunakan pengendara, harganya naik dua kali lipat menjadi Rp 100 ribu.

Perjalanan dimulai, mengarah ke Timur pulau ini. Mengarungi kehidupan di desa-desa, kemudian tibalah di Desa Riung Kecamatan Tammpan Amma, setelah dua jam berkendara. Decak kagum pasti seketika hinggap pada mereka yang melihat pemandangan di pantai ini. Menyaingi atau bahkan mengalahkan eloknya pulau Dewata Bali.
Batu-batu berukuran kecil hingga raksasa berdiri kokoh di pantai ini. Sungguh indah ketika hempasan ombak menerpa batu-batu ini. Sementara batu raksasa lainnya berdiri tak beraturan membentuk pulau kecil yang terlihat ditumbuhi rumput dan pepohonan.
Pemandangan eksotisnya bebatuan tersebut baru awalnya saja, sebagai salam ucapan selamat datang di surga kecil nan elok ini. Pantai di Lirung ini merupakan awal petualangan di trek berpasir.

Teruskan petualangan seru di atas pasir dan nikmati setiap pemanndangan yang tersaji. Untuk berkendara memang harus berhati-hati karena melewati pasir. Bahkan sesekali kita harus membelah ombak di bibir pantai, atau bahkan melewati celah bebatuan raksasa.
Terus menyusuri pantai panjang ini, kehidupan warga desa yang menyatu dengan alam kemudian ditemui. Warga desa di pesisir sering menghabiskan waktu santai mereka di pantai ini. Terlebih saat sore, dimana warga melepas penat seharian beraktivitas.

Warga yang saling bercengkerama di pinggir pantai, bermain voli atau bola kaki. Pemandangan anak-anak yang bermain di pasir atau bahkan mereka yang asyik mandi di tengah deburan ombak.
Tak hanya potret sosial, potret budaya warga Talaud ini juga bisa ditemui di pantai ini. Melihat warga membawa angkutan tradisional Talaud dari anyaman bambu atau bika, sembari mengunyah pinang terlihat dimana-mana. Sungguh pemandangan yang indah. Potret kehidupan warga pesisir, yang hidup di tengah surga terpencil yang tak banyak diketahui dunia luar.

Karena pantai ini berhadapan langsung dengan lautan pasific, ombak di pantai panjang dan luas ini besar bertingkat-tingkat. Pemandangan anak-anak yang berselancar dengan alat seadanya terlihat dimana-mana.
Yang hobi mancing, anda juga bisa memancing di pantai ini. Banyak warga yang memancing dari pinggir pantai, dari anak-anak bahkan ibu-ibu. Pemandangan warga yang menebar jaring pun terlihat dimana-mana.

Perjalanan mengarungi pantai 12 kilometer ini semakin seru karena harus melalui dua sungai yang harus dilalui dengan rakit. Tak hanya orang, motor juga diangkut dirakit tersebut. Di sisi-sisi sungai ada pemangan warga yang sedang memancing atau menebar jaring.
Di ujung perjalanan di Desa Ammat, anda bisa beristirahat di pinggir pantai dengan membangun tenda. Petualangan di malam hari semakin memperlengkap petualangan anda di pesisir Timur pulau Karakelang ini.

Petualangan di pantai ini menjadi petualangan tak biasa. Berkendara dengan motor di sepanjang pantai dan harus melewati dua sungai. Sajian pemandangan eksotis, serta potret kehidupan humanis warga pesisir. 
Selain terhibur dengan indahnya alam di pantai ini, anda juga mendapat pelajaran tentang bagaimana kehidupan warga yang tinggal di secuil surga di bumi ini.

Sunday, October 25, 2015

Kain Pinawetengan Minahasa, Coraknya Diambil Dari Situs Budaya Watu Pinawetengan


Kearifan budaya Minahasa di Sulawesi Utara kembali diabadikan lewat industri kreatif. Dipelopori Yayasan Institut Seni Budaya (ISB) Sulawesi Utara di Tompaso yang dipimpin Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto, kain Pinawetengan memulai debutnya pada tahun 2005.

Corak kain Pinawetengan ini sendiri diambil dari guratan gambar yang ada di situs budaya Watu Pinawetengan yang ditemukan sejak tahun 1888, oleh penduduk Kanonang. Situs ini merupakan tempat dimana para leluhur rakyat Minahasa membagi wilayah kekuasaan, menjadi sembilan sub etnis Minahasa saat ini.

Motif utama kain Pinawetengan adalah bunga matahari yang menjadi ikon Desa Pinabetengan, tempat situs watu pinawetengan berada. Motif tersebut kemudian dikombinasi dengan berbagai warna utama seperti hitam, merah, cokelat, hijau, ungu dan biru. Selain bunga matahari, ada pula corak burung Manguni, kuba Watu Pinawetengan dan motif simbol prasejarah lainnya.

Jenis kain yang diproduksi berupa kain songket, kain tenun dan juga kain print dengan motif pinawetengan. Per lembar kain songket motif Pinawetengan dijual seharga Rp 2,2 juta. Untuk jenis tenun ikat seharga Rp 400 - 600 ribu, sementara yang print rata-rata Rp 50 ribu per meter.


Kain Pinawetengan ini bisa dijumpai di markas Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara di Desa Pinawetengan, Kecamatan Tompaso. Di kawasan yang telah menjadi destinasi wisata favorit di Minahasa ini, ada galeri kain Pinawetengan.  Di galeri ini, berbagai jenis kain Pinawetengan dapat dijumpai.

Di sini juga, kain Pinawetengan yang telah menjadi baju bisa menjadi pilihan. Jika ingin membeli, bisa memesan terlebih dahulu. Atau bisa juga membeli baju yang dipajang di galeri.

Selain kain khas Pinawetengan, di galeri ini juga menjual souvenir-souvenir khas Minahasa seperti kaos,  patung Manguni, miniatur penari Kabasaran, miniatur Kolintang dan benda-benda khas Minahasa lainnya.

Di samping galeri kain Pinawetengan ini, terdapat pula rumah tenun kain Pinawetengan. Di rumah tenun ini pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan tenun Pinawetengan. Di tempat ini pula, menjadi tempat favorit pengunjung untuk mengabadikan diri di alat-alat tenun yang berjejer rapi.

Ada juga sebuah ruangan yang dipenuhi kain-kain Pinabetengan. Di ruangan yang kecil ini, sengaja di taruh meja dan kursi untuk bagi pengunjung. Meja dan kursi klasik ini membuat spot untuk memotret di ruangan ini sangatlah bagus.


Di kawasan ISB Sulut ini, banyak tersedia destinasi wisata budaya. Di sini, anda dapat menyaksikan berbagai iven nasional maupun internasional yang diselenggarakan ISB Sulut melalui berbagai foto dan dokumentasi yang dipajang di museum, yang diberi nama Museum Pinawetengan.

Di sini pula, anda dapat melihat berbagai benda seni berupa alat musik zaman dulu dan berbagai busana yang digunakan penari Minahasa. Seperti busana maengket, dan busana tarian kabasaran. Ada juga benda-benda tradisional klasik lainnya yang dipajang. Juga musik-musik tradisional Minahasa yang digunakan hingga saat ini, seperti kolintang dan musik bambu.

Berada di kawasan pegunungan, kawasan ini begitu sejuk. Suguhan indahnya alam pun akan memanjakan mata para wisatawan. Akses ke tempat ini tak sulit, jalanannya dalam keadaan bagus dan mudah dijumpai.

Butuh berkendara sekitar 90 menit dari Kota Manado. Jika naik angkutan umum, dari terminal Karombasan, naik jurusan Kawangkoan. Dari terminal Kawangkoan, anda bisa menyewa ojek untuk ke lokasi. Lima menit di ojek, sudah sampai di lokasi. ISB Sulut ini buka tiap hari, mulai pukul 10.00 Wita - 18.00 Wita.

Kini kain motif Pinawetengan semakin diminati masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat mulai dari pejabat, pengusaha, tokoh politik dan warga pada umumnya mulai menggunakan kain Pinawetengan. Berwisata di Minahasa, akan semakin lengkap dengan buah tangan kain khas Pinawetengan ini.

Eksotisnya Sunset di Pantai Lobbo Talaud, Hamparan Pasir Luas yang Masih Perawan

Sunset di Nusa Dolong
Eksotisnya sunset di pantai Lobbo, Kecamatan Beo Utara sungguh memesona. Pancaran oranye matahari di ufuk barat bumi semakin indah saat pulau Nusa Tofor dan Nusa Dolong membentuk siluet di bawahnya.
Hamparan pasir hitam halus yang luas, serta deburan ombak bertingkat semakin menambah nikmatnya menghabiskan senja di pantai yang masih perawan, yang berada di pulau Karakelang, Kabupaten Kepulaun Talaud, Sulawesi Utara ini.

Pulau tak berpenghuni Nusa Tofor dan Nusa Dolong yang tak jauh dari garis pantai harus dinikmati pada dua titik berbeda. Berada di garis pantai yang sama, tapi harus mengitari jalur seperti lengkungan. Sehingga tak bisa melihat sekaligus dua pulau yang masuk pada kawasan pulau terluar Indonesia ini.

Pantai yang masih perawan ini terlihat bersih. Warga setempat pun sering menghabiskan waktu di pantai yang panjangnya sekitar lima kilometer ini. Luasnya hamparan pasir membuat pantai ini dijadikan lapangan sepak bola warga desa Lobbo.

Pemandangan anak-anak desa yang bermain-main di pinggir pantai, atau aktivitas warga melaut akan sering dijumpai di pantai ini. Untuk sekadar mandi, dasar dari pantai ini adalah pasir halus. Sehingga tak usah khawatir jika kakinya lecet karena karang tajam.

Sunset di Nusa Tofor
Untuk mengunjungi dua pulau tak berpenghuni tersebut juga bisa. Warga setempat menyediakan perahu untuk menyerang. Sangat dekat, tak memakan waktu lama untuk tiba di pulau-pulau ini. Perahu yang digunakan pun hanya perahu kecil. Bisa nego dengan pemilik kapal berapa ongkos yang akan dibayar untuk ke sana.

Berkunjung ke pulau ini juga menjadi pilihan yang tak kalah asiknya. Pulau tak berpenghuni, dengan segala keindahan di dalamnya. Deretan karangnya, hamparan pasir, serta secuil kawasan sungguh memesona. Perawan, tak tersentuh tangan manusia.

Kawasan pantai ini belum terkelola, sehingga untuk ke sini, wisatawan sebaiknya membawa bekal sendiri. Di titik pantai yang dekat dengan Nusa Tofor, berada di belakang pemukiman warga. Sementara untuk Nusa Dolong, agak sedikit jauh. Sehingga harus mempersiapkan dengan benar segala sesuatu yang diperlukan.

Anak-anak bermain di pantai Nusa Tofor
Dari titik Nusa Tofor, harus melewati perkampungan warga lagi baru tiba di titik Nusa Dolong.
Dari Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud, Melonguane, butuh berkendara sekitar dua setengah jam untuk tiba di pantai ini. Rutenya terus melewati garis pantai ke kecamatan Beo, hingga tiba di desa Beo. Titik pertama yang akan dijumpai adalah pantai yang dekat dengan Tofor. Di situ ada tugu selamat datang.

Dari Kota Manado, terlebih dahulu harus menempuh perjalanan laut dengan kapal selama 15 jam dari pelabuhan Manado menuju pelabuhan Beo, Talaud. Menggunakan kapal Holly Marry atau Karya Indah, dua kapal yang biasa berlayar ke sana, dengan tiket Rp 250 ribu. Yang ingin mendapat fasilitas kamar Rp 500 ribu per orang.

Setibanya di Kecamatan Beo, bisa menyewa motor agar lebih murah dengan harga sewa Rp 50 ribu sehari. Itu belum dengan harga sewa pengendara. Dari Kecamatan Beo ini, berkendara ke lokasi butuh 90 menit.
Pantai ini memang belum terkelola sama sekali dan tak banyak orang pun yang tahu, selain warga setempat. Berkunjung ke pantai ini, menikmati sunsetnya akan, seperti merasakan dengan benar keeksotisan alam Indonesia yang masih tersembunyi.

Naik Kapal ke Nusa Utara, Keamanan Dijamin, Ada Kepercayaan Jika Mengangkut Mayat

Kapal Holy Marry saat berlabuh di dermaga Melonguane Talaud
Nusa Utara adalah sebutan untuk gugusan kepulauan paling utara di Sulawesi Utara. Beberapa di antaranya masuk dalam kawasan pulau terluar Indonesia, tepatnya Kabupaten Kepulauan Talaud.

Untuk mengakses kawasan Nusa Utara ini, deretan kapal di Pelabuhan Manado siap untuk ditumpangi. Untuk rute ke kawasan kepulauan terluar, Kabupaten Kepulauan Talaud, ada dua kapal yang biasa berlayar ke sana. Holly Marry dan Karya Indah.

Sekali berlayar, harga tiket dibanderol Rp 250 ribu untuk tempat tidur seperti bangsal. Sementara untuk fasilitas kamar seharga Rp 500 ribu. Jika penuh, tak dapat tempat tidur pun tetap harus bayar Rp 250 ribu. Beruntung kalau masih dapat kasur, kalau tak kebagian terpaksa harus melantai.

Berlayar ke Talaud butuh waktu sekitar 14 jam hingga ke pelabuhan Melonguane, Ibukota Kabupaten. Sebelumnya, harus mampir dulu ke Pelabuhan Lirung sekitar satu jam. Dari pelabuhan Melonguane, kapal akan lanjut berlayar ke pelabuhan Beo dan memakan waktu satu jam. Kalau dari Lirung ke Melonguane, kurang lebih setengah jam.

Kapal Karya Indah saat berlabuh di Pelabuhan Lirung Talaud
Di tiap pelabuhan, para penjual makanan dan minuman akan sering dijumpai. Tak hanya itu, jualan seperti minya angin dan obat anti mabuk sering diteriakkan. Meski sering berlayar juga, banyak juga penumpang yang tetap mabuk saat perjalanan.

Kedua kapal ini terdiri dari tiga dek. Dek teratas adalah kamar-kamar. Tiap kamar menyediakan fasilitas listrik dan ac. Dan mendapat satu kali makan, pada paginya. Suasana dek satu dan dua memang tak senyaman fasilitas kamar. Seperti bangsal raksasa yang sesak dengan orang dan barang-barang. Terutama di dek satu. Dek dua masih terlihat lebih bagus.

Di kapal ini juga ada kantin yang menyediakan makanan seperti mie instan dan minuman hangat. Harganya memang di atas rata-rata penjualan biasa. Keamanan di kapal yang berlayar ke Nusa Utara dikenal dikenal sangat tinggi. Barang-barang yang ditinggalkan dijamin takkan hilang. Tapi kehati-hatian penumpang tetap sangat penting menjaga barang-barangnya.

Masyarakat Nusa Utara meyakini, sebesar apapun ombak yang dilalui, jika memuat mayat, kapal takkan celaka. Seperti pelayaran pada Rabu (01/07/2015). Kapal Karya Indah yang ditumpangi kalau itu menghadapi ombak laut dahsyat setinggi 4 - 6 meter. Ukuran ombak setinggi itu tergolong tinggi. Namun kapal akhirnya tiba dengan selamat di tujuan.

Kapal-kapal menuju Nusa Utara di Pelabuhan Manado
Pada pelayaran tersebut ternyata mengangkut mayat seorang lelaki dari Manado, yang berada di dek satu. Orang-orang yang ditemui saat itu membenarkan mitos tersebut. Pasti tiba dengan selamat, jika mengangkut mayat di kapal. Namun yang namanya mitos, tetap kalah dengan doa. Sebelum dan sesudah berlayar, kapal terlebih dahulu berdoa. Dipimpin seseorang dengan keyakinan Kristen lewat pengeras suara.

Selama berlayar ke Talaud, kapal akan melewati Siau dan Sangihe, beserta pulau-pulau kecil lainnya. Kawasan ini masuk gugusan Nusa Utara, yang jaraknya lebih dekat dengan Manado.

Dari Manado, laut masih tenang. Setelah melewati Talise, sebutan untuk ujung pulau besar Sulawesi, gelombang langsung terasa karena memasuki laut lepas. Apalagi jika gelombang laut tinggi. Terpaan gelombang paling besar akan dirasakan setelah memasuki kawasan antara Siau dan Sangihe. Kecelakaan pelayaran ke Nusa Utara sendiri tergolong sangat kecil.

Untuk jurusan Siau dan Tahuna harus naik kapal lain. Ada kapal yang lebih kecil yang berlayar ke sana. Waktu tempuh pun lebih cepat, sekitar 5 - 6 jam. Harga tiket sekali berlayar Rp 150 ribu.

Kapal dari Manado biasanya berlayar sore hari. Melewati semalam dan akan tiba besok paginya. Untuk mendapatkan tiket pelayaran ini, langsung saja ke pelabuhan Manado. Bisa juga, tak membeli tiket di loket, tapi langsung dibayar di kapal. Namun sebaiknya beii tiket di loket.

Banyak sekali tempat eksotis di Nusa Utara. Ibarat surga tersembunyi, yang belum banyak diketahui orang. Wisata alam serta budayanya yang mencerminkan kekayaan Indonesia kita.

Tempat-tempat yang Dikeramatkan di Desa Adat Bannada, Ada Pohon Lungkang Yang Bisa Berubah Warna


Desa Bannada, Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan Talaud menyimpan sejuta cerita tentang kerajaan Porodisa. Dimana awal mula terbentuknya kerajaan Talaud berasal dari kampung yang juga disebut payung utara atau payung keramat ini.

Dengan kearifan lokal yang terus terjaga hingga kini, hukum adat masih sangat mengikat pada anggota kerajaan Porodisa kini. Masyarakat pun masih memercayai tentang hal-hal yang berbau mistik. Bukan sekadar hikayat pembangkit semangat juang semata. Juga tidaklah cerita dongeng belaka.

Akan tetapi, masyarakat mengambil hikmat atau makna yang dalam terhadap nilai kearifan budaya lokal, diwariskan turun-temurun oleh para pendahulunya hingga kini. Meski mayoritas penduduk desa tertua di Talaud ini menganut kepercayaan Kristen Protestan.

Berikut tempat-tempat yang dikeramatkan warga desa Bannada, yang erat kaitannya dengan sejarah terbentuknya kerajaan Poridisa pada abad ke-10 sebelum masehi.

1. Pohon Impian (lungkang)


Di saat bulan purnama, semua daun di pohon ini akan berubah menjadi putih. Pohon ini pun tak lepas dari sejarah asal mula kerajaan Porodisa. Pohon ini menjadi tempat beristirahat manusia pertama kerajaan ini, yang adalah seorang wanita cantik.

Wanita yang hidup menyendiri di kawasan hutan yang disebut laroroan-umbanga bernama Winoso bergelar Woi Tajoda. Suatu waktu, ketika ia sedang duduk melamun kesepian di sebuah batu yang muncul di bawah pohon ini. Ia tiba-tiba dikejutkan dengan suara yang berkata,

"Hai engkau seorang wanita yang hidup seorang diri. Jangan engkau bersusah lagi. Aku akan memberi kepadamu seorang pelindung dan pendamping dalam hidupmu selama hayat dikandung badan. Tanah yang engkau tempati dan engka diami sekarang ini, serta seluruh gugusan kepulauan yang ada di sekitarnya, akan aku berikan kepadamu beserta keturunanmu untuk menguasai pulau-pulau itu".

Wanita itu kemudian mendapat perintah agar selama selapan hari berturut-turut untuk menghadap delapan penjuru mata angin. Perintah dari suara tersebut pun dilakukannya dengan sepenuh hati, tanpa berpikir apa yang akan terjadi padanya setelah itu.

Atas dasar itulah, kenapa masyarakat Bannada sangat mengeramatkan pohon ini. Pohon ini berada tak jauh dari pemukiman warga. Hanya butuh menyeberang di pada sebuah selokan raksasa, pohon ini sudah sangat jelas terlihat. Hanya satu-satunya pohon yang diyakini, dari sekian banyak pohon yang ada.

2. Kolam Pemandian Bidadari


Mata air ini terletak tak jauh dari pohon impian. Latar belakang mata air ini pun tak lepas dari kisah di baliknya yang bersambungan dengan pohon impian.

Setelah menjalankan perintah suara itu selama delapan hari, ia kemudian mengandung. Di usia kandungannya ke enam, wanita itu kembali mendapat ilham melalui suara yang berkata," selama tiga malam berturut-turut, kolam yang berada di halaman rumahmu harus dihaga baik-baik."

Pada petang hari menjelang malam pertama, ia sedang duduk di atas batu dekat pohon itu. Ia kemudian melihat ada seookor ikan mas besar tabg berenang kian mendekat. Berkeliling mengitari bunga-bunga di kolam itu. Selanjutnya, selain ikan mas itu, tak ada hal lain yang dilihatnya.

Satu peristiwa ajaib terjadi pada malam ketiga. Seekor ikan mas itu telah menjelma menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa. Sambil langkah tekap ia memegang sebuah keris emas di tangan kiri dan kanannya.

Lelaki gagah itu adalah semua ilham yang didengarkan wanita itu. Mereka pun hidup bersama membangun rumah tangga yang rukun dan bahagia. Sang istri adalah Winoso bergelar Woi Taloda dan sang suami adalah Winungkan (Rung Birisan).

Volume air di kolam pemandian bidadari ini saat terpantau Senin (07/07/2014) sedikit. Saat ini, masyarakat percaya jika mandi di kolam ini, berbagai macam penyakit akan sembuh. Asalkan harus mandi tanpa sehelai benang pun di badai. Atau sekadar cuci muka, akan memberi kasiat yang baik. Ketika tiba di kolam ini, banyak juga warga yang langsung meminun airnya. Berasal dari mata air yang sangat jernih.

3. Pekuburan Raja-raja Porodisa



Pekuburan raja-raja Porodisa berada di tengah perkampungan warga desa Bannada. Di pekuburan ini baru saja dibangun sebuah tugu dari Pemerintah Kepualaun Talaud, yang bertuliskan keturunan dari kerajaan Porodisa ini.

Di pekuburan ini, ada lima makan dari raja Porodisa pertama, serta keturunannya. Kuburan tampak terlihat klasik, yang tersusun dari bebatuan putih. Di dalam kubur itu terlihat tulang-belulang yang telah hancur. Ada pula beberapa yang masih utuh. Ada satu makam yang terlihat baru, yang merupakan keturunan terbaru yang meninggal.

Makam ini berada di pinggir pantai, tepat di belakang pemukiman warga. Tampak terawat dan dipagar keliling berwarna putih. Tugu yang dibangun pemerintah tampak terlihat baru, Datang ke Desa Bannada rasanya tak lengkap jika tak berkunjung ke makam ini, yang begitu dijaga warga desa.

Perjalanan ke Desa Bannada ini memang tak mudah. Harus berlayar melewati laut dari Manado ke kawasan pulau terluar Indonesia, serta medan jalan berat lewat darat yang memakan waktu lama. Namun berkunjung ke tanah Porodisa ini takkan pernah mengecewakan. Kearifan lokal masyarakat di sini serta indahnya alam sekitar, akan membuat pengunjung merasakan Indonesia yang sesungguhnya. Indonesia yang kaya akan budayanya.

Mengenal Bannada Desa Tertua di Kepulauan Talaud yang Penuh Mistik, Kearifan Lokal serta Ramahnya Warga Setempat

Ratunbanua (kiri), Ratuntampa (tengah) dan Kepala Suku Yoro (kanan) dengan pakaian adat Kerajaan Porodisa
Berada di paling ujung utara pulau Karakelang, Desa Bannada ditetapkan sebagai desa adat oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Kearifan lokal kerajaan Talaud atau Porodisa yang tetap terjaga hingga saat ini menjadi alasan kenapa pemerintah menyematkan gelar tersebut.

Masyarakat desa yang berada di kawasan pulau terluar Indonesia ini terus memelihara pesan para leluhur. Selain terus menjaga kearifan lokal, pesan leluhur yang terus dipelihara yakni menganggap setiap tamu yang datang adalah saudara. Sehingga tak heran, kunjungan pada 6 - 7 Juli 2015 di desa ini, dijamu seperti raja. Masyarakat menyebut, itulah kasih yang terus dipelihara.

Para petua adat, masih menyimpan barang-barang peninggalan sejarah kerajaan Porodisa terdahulu. Mulai dari gelang-gelang dari batu, batu-batu yang dipakai untuk menyembah Tuhan waktu injil belum masuk di daerah ini, perhiasan para petinggi kerajaan, porselen-porselen dan wadah-wadah yang terbuat dari kuningan serta barang lainnya.

Desa ini memang sangat tradisional, perkembangan zaman tak mampu menggerus budaya yang telah turun temurun dipelihara. Kondisi desa sangat sederhana, hanya beberapa rumah yang punya pasokan listrik. Masyarakat setempat pun masih sangat memercayai hal-hal yang berbau mistik. Ada benda-benda seperti batu yang dipercayai masyarakat setempat punya kekuatan. Kampung tua Desa Bannada ini juga disebut payung utara atau payung keramat.

Benda pusaka peninggalan Kerajaan Porodisa terdahulu
Sebenarnya, benda-benda pusaka tersebut tak sembarang dikeluarkan oleh para petua adat. Namun kedatangan tim mendapat respon positif sehingga dapat menyaksikan langsung benda-benda tersebut. Setiba di desa, terlebih dahulu harus melapor di kantor desa. Raja Porodisa kini yakni Julianus Yoro atau disebut Ratuntampa pun kemudian menjelaskan langsung tentang benda-benda tersebut. Julianus merupakan turunan raja Porodisa ke-11.

Yulianus didampingi oleh William Sondengan yang merupakan Ratunbanua atau pembantu raja yang merupakan penguasa wilayah Desa Bannada. Serta Zakharia Potoboda yang merupakan kelapa suku Tal'au. Kerajaan Porodisa mencakup empat wilayah desa yakni Desa Malat, Bannada, Apan dan Lahu. Masing-masing desa itu dipimpin oleh Ratunbanua.

Sementara sukunya terbagi empat yakni suku Tal'au, Laetu, Yoro dan Woe yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku. Namun dari empat desa wilayah kerajaan Porodisa tersebut, Bannada merupakan pusat dari kerajaan tersebut. Dimana desa ini merupakan desa tertua, awal mula kerajaan Porodisa tersebut.

Benda pusaka peninggalan Kerajaan Porodisa terdahulu
Ketika bertanya-tanya pada masyarakat di kawasan yang lebih maju seperti di Kecamatan Melonguane dan Beo yang berada di kabupaten yang sama, bagaimana kondisi Desa Bannada ini, banyak yang mengernyitkan dahi. Desa ini dikenal dengan mistiknya yang kuat, dan terus mendapat wanti-wanti agar berhati-hati di sana. Desa ini pula menjadi pusat bagi warga yang ingin berilmu seperti kekebalan tubuh dan lainnya. Mendengar kata Bannada, yang terlintas yakni mistik yang kuat.

Namun kengerian dan keangkeran desa Bannada hanya sebatas ekspektasi orang-orang yang mungkin belum mengenal dengan jauh bagaimana kondisi masyarakatnya. Di sini, masyarakat sangat ramah kepada orang baru. Senyuman hangat, yang mempertontonkan deretan gigi yang mengunyah pinang sering dijumpai. Bahkan untuk sekadar bercanda, warga di sini sangat mudah tertawa.

Asal niatnya baik, pasti semua akan baik-baik saja. Dan jika berada di desa dan punya niat jahat, hukum ada akan mengikat pada orang tersebut. Konon katanya, mereka yang akan ke sini, dengan niat jahat takkan menemukan lokasi desa yang terpencil ini.

Aktivitas warga Desa Bannada
Bahasa daerah masyarakat di sini sangat kental, kadang ada yang sulit berbahasa Indonesia, atau sekadar dialeg warga Sulut. Sehingga kalau ke sini, sebaiknya membawa guide warga lokal yang bisa menerjemahkan bahasa tersebut. Senyuman para pengunjung pun menjadi bahasa yang universal.

Raja Porodisa sekarang, Julianus Yoro mengatakan kearifan lokal yang masih terjaga saat ini merupakan pesan dari nenek moyang agar terus dijaga. Begitu pula pesan agar barang-barang pusaka terus diturunkan. Barang-barang tersebut sekarang dijaga oleh Julianus, di rumahnya yang dijadikan kantor Desa Bannada.

Bagi warga desa, barang-barang tersebut merupakan peninggalan tak ternilai. Siapa pun tak bisa mengambilkan dengan imbalan apapun. Namun sayangnya, saat ini belum ada tempat yang lebih layak untuk menyimpan barang-barang itu. Dengan harapan ke depan akan ada depan untuk dibangun museum cagar budaya di desa itu.

Para petua adat punya cara jitu bagaimana adat ini terus terjaga hingga generasi terbaru. Mereka sering mengadakan pertemuan kerajaan yang dihadiri empat suku. Semua warga kerajaan Porodisa diwajibkan hadir dalam pertemuan tersebut. Di situ pula, anak-anak mendapat edukasi tentang budayanya.

Beratnya medan ke Desa Bannada lewat jalur pesisir Timur Karakelang yang hanya bisa ditempuh dengan motor
Menurut Julianus, pertemuan tersebut juga sebagai program warga adat untuk membantu meringankan program pemerintah. Program yang masuk, harus melalui adat dulu, baru dilanjutkan ke masyarakat. Warga sangat menghormati adat istiadat mereka.

Ada hukum ada di desa ini yang wajib dipatuhi warga desa, maupun pengunjung yang datang. Yakni tak boleh melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma. Misanya mencuri, mabuk-mabukan, berbuat onar dan tindakan tak baik lainnya.

Pada pukul sembilan malam, warga tak lagi dibiarkan keliaran di sekitar kampung. Terutama anak-anak sekolah. Atau mencuri. Jika kedapatan, orang tersebut akan diarak keliling kampung dengan setengah telanjang, sambil teriak dengan bahasa lokal yang intinya jangan mengikuti perbuatannya. Jika mencuri kelapa, kelapa akan digantung.

Beratnya medan ke Desa Bannada lewat jalur pesisir Timur Karakelang yang hanya bisa ditempuh dengan motor
"Ini hukum adat yang harus dipenuhi. Ini membuat warga desa agar terus berbuat baik. Jangan melakukan hal-hal yang tak baik. Ini yang terus kami jaga agar karakter warga desa terus terjaga," ujar Julianus.

Noldy Lumangkibe, pendatang di desa ini menceritakan pengalamannya waktu mengikuti upacara ada untuk menetap di desa itu. Ia sendiri adalah guru yang ditempatkan di SMA satu-satunya di desa itu. Sudah enam tahun ia menetap. Ia tiga kali itu upacara yakni penyambutan sebagai guru, penyerahan ke orangtua serta penentuan suku. Ia masuk ke suku Yoro, dan ditentukan oleh para petua adat dilihat dari silsilahnya. Dan menurutnya, kehidupan di desa ini sudah seperti keluarga.

Latar belakang kerajaan Porodisa ini bukan sekadar hikayat pembangkit semangat juang semata semata. Juga tidaklah cerita dongeng belaka. Akan tetapi, masyarakat mengambil hikmat atau makna yang dalam terhadap nilai kearifan budaya lokal, diwariskan turun-temurun oleh para pendahulunya hingga kini.

Melewati trek berpasir di pinggir pantai
Semua berawal pada abad ke-10 sebelum masehi, dimana hadirnya manusia pertama yang mendiami Talaud. Dia adalah seorang wanita cantik yang tinggal di gunung yang jaraknya lima kilometer dari desa, yang selalu menyendiri.

Ia tiba-tiba mendengar suara yang menyebutkan tanah yang didiaminya akan diberikan padanya dan keturunannya. Dan ia juga akan diberi pendamping hidup. Tapi ia harus menghadap mata angin selatan. Ia kemudian bertemu ikan emas yang tiba-tiba menjelma menjadi seorang pria tangguh. Dan di situlah kerajaan Porodisa ini dimulai hingga sekarang.

Desa Bannada ini sangat terpencil, dengan akses perjalanan darat yang berat. Dari ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud Melonguane, desa ini berjarak 80 kilometer. Dari kota Manado, terlebih dahulu harus naik kapal dengan waktu tempuh 14 jam, menuju pelabuhan Beo. Naik kapal Karya Indah atau Holy Marry dengan tiket Rp 250 ribu. Untuk fasilitas kamar Rp 500 ribu.

Dua kali naik rakit
Dari Beo, butuh perjalanan darat menggunakan motor selama empat jam melewati jalur lingkar timur. Bisa juga melewati lingkar barat, dengan waktu tempuh enam jam untuk motor dan delapan jam untuk mobil. Jalur lingkar timur hanya bisa dilalui dengan motor, dan lebih dekat. Harga sewa motor per hari Rp 50 ribu, belum dengan harga sewa pengendaranya.

Semakin jauh, pengunjung akan disambut dengan kondisi jalan yang semakin rusak. Mulai dari yang bebatuan dan pasir, jalan di tepi pantai, serta harus melewati jalan menanjak curam berpasir dan bebatuan. Dalam perjalanan ini, harus melalui dua sungai dan harus naik rakit. Rakit pertama di desa Dapalan dan rakit kedua di Desa Ammat yang berada di kecamatan Tammpannama. Ongkos arikit satu motor Rp 10 ribu, dan per orang Rp 2 ribu.

Rute ini mengitari sepanjang pantai pesisir timur pulau Karakelang. Semua desa berada di pinggir pantai. Eksotisnya pantai ini akan membuat perjalanan anda semakin seru, meski medannya berat. Kearifan lokal masyarakat Talaud akan sering dijumpai selama perjalanan. Warga yang membawa bika, angkutan khas warga lokal yang terbuat dari anyaman bambu akan sering ditemui. Begitu pula dengan warga yang mengunyah-nguyah sirih.

Dua kali naik rakit
Kondisi desa-desa yang akan dijumpai selama perjalanan begitu sederhana, dengan rumah yang masih banyak yang hanya berdindingkan bambu. Sungguh merasakan kehidupan di desa terpencil. Untungnya, sinyal handphone sudah masuk, dan hanya telkomsel yang bisa. Meski tak sepenuhnya bagus.

Tugu selamat datang akan menyambut wisatawan di desa Bannada, desa tertua awal mula kerajaan Talaud atau sering disebut Porodisa. Tak perlu khawatir untuk penginapan, wisatawan bisa menginap di rumah warga dengan kondisi apa adanya. Tak ada biaya sama sekali, tapi harus melapor dulu di kantor desa dan petua-petua adat. Pengunjung akan dijamu dengan kearifan lokal warga Bannada yang kental serta keramahan warga di sini.

Perjalanan ke Desa Bannada ini memang tak mudah. Harus berlayar melewati laut dari Manado ke kawasan pulau terluar Indonesia, serta medan jalan berat lewat darat yang memakan waktu lama. Namun berkunjung ke tanah Porodisa ini takkan pernah mengecewakan. Kearifan lokal masyarakat di sini serta indahnya alam sekitar, akan membuat pengunjung merasakan Indonesia yang sesungguhnya. Indonesia yang kaya dengan budaya.

Mengenal Lebih Dekat Budaya Minahasa di Institut Seni Budaya Sulawesi

Terompet terbesar di dunia versi Guinness World Book of Record
Bagaimana sih seluk beluk rakyat Minahasa dalam berlaku seni, dari zaman dahulu hingga sekarang ? Semuanya itu dapat disaksikan di Institut Seni Budaya Sulawesi Utara (ISB Sulut).

ISB Sulut ini juga sering disebut Pa'Dior yang dalam bahasa sub etnis Minahasa, Tontemboan, berarti terutama atau terdepan. ISB Sulut yang berlokasi di Desa Pinabetengan, Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa, merupakan destinasi favorit jika berkunjung ke daerah ini. Kunjungan ke tanah Minahasa takkan lengkap, jika tak ke tempat ini.

Di sini, anda dapat menyaksikan berbagai iven nasional maupun internasional yang diselenggarakan ISB Sulut melalui berbagai foto dan dokumentasi yang dipajang di museum, yang diberi nama Museum Pinawetengan.

Di sini pula, anda dapat melihat berbagai benda seni berupa alat musik zaman dulu dan berbagai busana yang digunakan penari Minahasa. Seperti busana maengket, dan busana tarian kabasaran. Ada juga benda-benda tradisional klasik lainnya yang dipajang. Juga musik-musik tradisional Minahasa yang digunakan hingga saat ini, seperti kolintang dan musik bambu.

Galeri Kain Pinawetengan
ISB Sulut yang digawangi salah seorang putra terbaik Sulut, Irjen Pol (Purn) Dr Benny Josua Mamoto ini, SH, MSi ini juga telah mencatatkan diri di Guinness World Records di bidang seni. Benny Mamoto yang merupakan mantan petinggi Badan Narkotika Nasional (BNN) ini merupakan tokoh adat Minahasa.

Alat musik kolintang raksasa, pergelaran kolintang massal, terompet kontra bas raksasa, musik bambu massal, musik bia massa dari Desa Batu, Likupang dan rekor kain tenun Pinawetengan terpanjang, serta kuliner Minahasa nasi jaha terpanjang.

Semua rekor dunia tersebut dipajang di kawasan ini. Terompet kontra bas raksasa yang berada di tengah kawasan ini menjadi primadona warga untuk berfoto. Mengabadikan gambar di terompet ini, menjadi tanda anda pernah menjajakan kaki di tempat ini. Juga kolintang raksasa yang berada di sebelahnya.

Terompet dari bahan stainless steel ini juga bisa ditiup, yang mengeluarkan suara membahana. Terompet ini  dipajang di iven besar di Sulawesi Utara, pawai Sail Bunaken tahun 2009, yang menjadi awal pengukuhan pemecahan rekor dunia.

Rumah Tenun
Kawasan ISB Sulut ini begitu luas. Selain bisa mengintip soal kesenian Minahasa, di sini juga dibangun galeri kain khas Minahasa, Pinawetengan. Di rumah tenun yang berdampingan dengan galeri, anda bisa melihat langsung proses pembuatan kain tenun Pinawetengan. Di galeri ini juga bisa membeli langsung kain khas ini, dengan harga Rp 40 ribu - Rp 5 juta.

Di kawasan ini juga terdapat Wale Anti Narkoba (Wan). Wale dalam bahasa Minahasa berarti rumah. Di Wale ini, anda akan mendapat pendidikan tentang bahaya narkoba dari semua pajangannya. Mengunjungi langsung WAN ini akan lebih efektif, ketimbang mengikuti seminar.

Pajangan lengkap semua jenis narkoba, video dampak penyalahgunaannya, landasan hukum penegakkan narkoba, data-data pengguna di Indonesia dan Sulut khususnya dan berbagai benda pendukung lainnya lengkap di sini. Mengunjungi WAN ini akan memberi informasi yang lebih efektif tentang Narkoba.

WAN yang ada sekarang, masih dalam proses penambahan lagi. Karena beberapa waktu lalu, WAN ini sempat terbakar dan tak menyisakan apa-apa. Pihak pengelola ketika ditemui Sabtu (27/06/2015) menyebut pembangunan kembali sementara dilakukan, dan bahkan akan lebih lengkap dari yang terdahulu.

Wale Anti Narkoba
Selain museum Pinawetengan, galeri Pinawetengan dan Wale Anti Narkoba, di kawasan Pa'Dior ini juga terdapat kebun bibit, perpustakaan, LKP Cyrus Paulus, Laboratorium Kultur Jaringan, Museum Religi, dan Rumah Tenun. Semua kawasan ini menarik untuk dikunjungi saat berada di sini.

Sesampai di lokasi, anda akan disambut dengan ramah oleh para pemandu. Di sini akan diarak pada semua titik wisata di lokasi ini. Penjelasan lengkap soal kesenian dan budaya Minahasa akan disampaikan oleh pemandu.

Di sini juga sering digelar kegiatan berbau budaya, jika bertepatan anda bisa melihat langsung aksi panggung para pelakon seni di lokasi ini. Yang ingin berburu souvenir juga ada, banyak jenis souvenir yang disediakan pengelola.

Apabila ingin menginap atau melengkapi kunjungan ke kompleks Pa'Dior ini, anda juga bisa memesan tempat. Di sini dibangun rumah-rumah panggung khas Minahasa. Makanan yang disediakan dibuat sesuai pesanan wisatawan.

Museum Seni Pinawetengan
Untuk sekadar berkunjung, anda tak perlu mengeluarkan kocek. Tak ada tiket masuk untuk menikmati wisata budaya ini. Kompleks Pa'Dior ini pun tertata rapi dan enak dipanjang. Di tiap titik pun bagus untuk berfoto-foto.

Berada di kawasan pegunungan, kawasan ini begitu sejuk. Suguhan indahnya alam pun akan memanjakan mata para wisatawan. Akses ke tempat ini tak sulit, jalanannya dalam keadaan bagus dan mudah dijumpai.

Butuh berkendara sekitar 90 menit dari Kota Manado. Jika naik angkutan umum, dari terminal Karombasan, naik jurusan Kawangkoan. Dari terminal Kawangkoan, anda bisa menyewa ojek untuk ke lokasi. Lima menit di ojek, sudah sampai di lokasi. ISB Sulut ini buka tiap hari, mulai pukul 10.00 Wita - 18.00 Wita.


Wisata situs budaya Pinawetengan dan Bukit Kasih juga tak jauh dari tempat ini. Berwisata ke sini, akan memberi informasi lengkap soal budaya Minahasa. Indonesia memang kaya budaya dan mengenal budaya tiap daerah membuat kita semakin tahu indahnya keberagaman di bumi Indonesia kita.