Ratunbanua (kiri), Ratuntampa (tengah) dan Kepala Suku Yoro (kanan) dengan pakaian adat Kerajaan Porodisa |
Masyarakat desa yang berada di kawasan pulau terluar Indonesia ini terus memelihara pesan para leluhur. Selain terus menjaga kearifan lokal, pesan leluhur yang terus dipelihara yakni menganggap setiap tamu yang datang adalah saudara. Sehingga tak heran, kunjungan pada 6 - 7 Juli 2015 di desa ini, dijamu seperti raja. Masyarakat menyebut, itulah kasih yang terus dipelihara.
Para petua adat, masih menyimpan barang-barang peninggalan sejarah kerajaan Porodisa terdahulu. Mulai dari gelang-gelang dari batu, batu-batu yang dipakai untuk menyembah Tuhan waktu injil belum masuk di daerah ini, perhiasan para petinggi kerajaan, porselen-porselen dan wadah-wadah yang terbuat dari kuningan serta barang lainnya.
Desa ini memang sangat tradisional, perkembangan zaman tak mampu menggerus budaya yang telah turun temurun dipelihara. Kondisi desa sangat sederhana, hanya beberapa rumah yang punya pasokan listrik. Masyarakat setempat pun masih sangat memercayai hal-hal yang berbau mistik. Ada benda-benda seperti batu yang dipercayai masyarakat setempat punya kekuatan. Kampung tua Desa Bannada ini juga disebut payung utara atau payung keramat.
Benda pusaka peninggalan Kerajaan Porodisa terdahulu |
Yulianus didampingi oleh William Sondengan yang merupakan Ratunbanua atau pembantu raja yang merupakan penguasa wilayah Desa Bannada. Serta Zakharia Potoboda yang merupakan kelapa suku Tal'au. Kerajaan Porodisa mencakup empat wilayah desa yakni Desa Malat, Bannada, Apan dan Lahu. Masing-masing desa itu dipimpin oleh Ratunbanua.
Sementara sukunya terbagi empat yakni suku Tal'au, Laetu, Yoro dan Woe yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku. Namun dari empat desa wilayah kerajaan Porodisa tersebut, Bannada merupakan pusat dari kerajaan tersebut. Dimana desa ini merupakan desa tertua, awal mula kerajaan Porodisa tersebut.
Benda pusaka peninggalan Kerajaan Porodisa terdahulu |
Namun kengerian dan keangkeran desa Bannada hanya sebatas ekspektasi orang-orang yang mungkin belum mengenal dengan jauh bagaimana kondisi masyarakatnya. Di sini, masyarakat sangat ramah kepada orang baru. Senyuman hangat, yang mempertontonkan deretan gigi yang mengunyah pinang sering dijumpai. Bahkan untuk sekadar bercanda, warga di sini sangat mudah tertawa.
Asal niatnya baik, pasti semua akan baik-baik saja. Dan jika berada di desa dan punya niat jahat, hukum ada akan mengikat pada orang tersebut. Konon katanya, mereka yang akan ke sini, dengan niat jahat takkan menemukan lokasi desa yang terpencil ini.
Aktivitas warga Desa Bannada |
Raja Porodisa sekarang, Julianus Yoro mengatakan kearifan lokal yang masih terjaga saat ini merupakan pesan dari nenek moyang agar terus dijaga. Begitu pula pesan agar barang-barang pusaka terus diturunkan. Barang-barang tersebut sekarang dijaga oleh Julianus, di rumahnya yang dijadikan kantor Desa Bannada.
Bagi warga desa, barang-barang tersebut merupakan peninggalan tak ternilai. Siapa pun tak bisa mengambilkan dengan imbalan apapun. Namun sayangnya, saat ini belum ada tempat yang lebih layak untuk menyimpan barang-barang itu. Dengan harapan ke depan akan ada depan untuk dibangun museum cagar budaya di desa itu.
Para petua adat punya cara jitu bagaimana adat ini terus terjaga hingga generasi terbaru. Mereka sering mengadakan pertemuan kerajaan yang dihadiri empat suku. Semua warga kerajaan Porodisa diwajibkan hadir dalam pertemuan tersebut. Di situ pula, anak-anak mendapat edukasi tentang budayanya.
Beratnya medan ke Desa Bannada lewat jalur pesisir Timur Karakelang yang hanya bisa ditempuh dengan motor |
Ada hukum ada di desa ini yang wajib dipatuhi warga desa, maupun pengunjung yang datang. Yakni tak boleh melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma. Misanya mencuri, mabuk-mabukan, berbuat onar dan tindakan tak baik lainnya.
Pada pukul sembilan malam, warga tak lagi dibiarkan keliaran di sekitar kampung. Terutama anak-anak sekolah. Atau mencuri. Jika kedapatan, orang tersebut akan diarak keliling kampung dengan setengah telanjang, sambil teriak dengan bahasa lokal yang intinya jangan mengikuti perbuatannya. Jika mencuri kelapa, kelapa akan digantung.
Beratnya medan ke Desa Bannada lewat jalur pesisir Timur Karakelang yang hanya bisa ditempuh dengan motor |
Noldy Lumangkibe, pendatang di desa ini menceritakan pengalamannya waktu mengikuti upacara ada untuk menetap di desa itu. Ia sendiri adalah guru yang ditempatkan di SMA satu-satunya di desa itu. Sudah enam tahun ia menetap. Ia tiga kali itu upacara yakni penyambutan sebagai guru, penyerahan ke orangtua serta penentuan suku. Ia masuk ke suku Yoro, dan ditentukan oleh para petua adat dilihat dari silsilahnya. Dan menurutnya, kehidupan di desa ini sudah seperti keluarga.
Latar belakang kerajaan Porodisa ini bukan sekadar hikayat pembangkit semangat juang semata semata. Juga tidaklah cerita dongeng belaka. Akan tetapi, masyarakat mengambil hikmat atau makna yang dalam terhadap nilai kearifan budaya lokal, diwariskan turun-temurun oleh para pendahulunya hingga kini.
Melewati trek berpasir di pinggir pantai |
Ia tiba-tiba mendengar suara yang menyebutkan tanah yang didiaminya akan diberikan padanya dan keturunannya. Dan ia juga akan diberi pendamping hidup. Tapi ia harus menghadap mata angin selatan. Ia kemudian bertemu ikan emas yang tiba-tiba menjelma menjadi seorang pria tangguh. Dan di situlah kerajaan Porodisa ini dimulai hingga sekarang.
Desa Bannada ini sangat terpencil, dengan akses perjalanan darat yang berat. Dari ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud Melonguane, desa ini berjarak 80 kilometer. Dari kota Manado, terlebih dahulu harus naik kapal dengan waktu tempuh 14 jam, menuju pelabuhan Beo. Naik kapal Karya Indah atau Holy Marry dengan tiket Rp 250 ribu. Untuk fasilitas kamar Rp 500 ribu.
Dua kali naik rakit |
Semakin jauh, pengunjung akan disambut dengan kondisi jalan yang semakin rusak. Mulai dari yang bebatuan dan pasir, jalan di tepi pantai, serta harus melewati jalan menanjak curam berpasir dan bebatuan. Dalam perjalanan ini, harus melalui dua sungai dan harus naik rakit. Rakit pertama di desa Dapalan dan rakit kedua di Desa Ammat yang berada di kecamatan Tammpannama. Ongkos arikit satu motor Rp 10 ribu, dan per orang Rp 2 ribu.
Rute ini mengitari sepanjang pantai pesisir timur pulau Karakelang. Semua desa berada di pinggir pantai. Eksotisnya pantai ini akan membuat perjalanan anda semakin seru, meski medannya berat. Kearifan lokal masyarakat Talaud akan sering dijumpai selama perjalanan. Warga yang membawa bika, angkutan khas warga lokal yang terbuat dari anyaman bambu akan sering ditemui. Begitu pula dengan warga yang mengunyah-nguyah sirih.
Dua kali naik rakit |
Tugu selamat datang akan menyambut wisatawan di desa Bannada, desa tertua awal mula kerajaan Talaud atau sering disebut Porodisa. Tak perlu khawatir untuk penginapan, wisatawan bisa menginap di rumah warga dengan kondisi apa adanya. Tak ada biaya sama sekali, tapi harus melapor dulu di kantor desa dan petua-petua adat. Pengunjung akan dijamu dengan kearifan lokal warga Bannada yang kental serta keramahan warga di sini.
Perjalanan ke Desa Bannada ini memang tak mudah. Harus berlayar melewati laut dari Manado ke kawasan pulau terluar Indonesia, serta medan jalan berat lewat darat yang memakan waktu lama. Namun berkunjung ke tanah Porodisa ini takkan pernah mengecewakan. Kearifan lokal masyarakat di sini serta indahnya alam sekitar, akan membuat pengunjung merasakan Indonesia yang sesungguhnya. Indonesia yang kaya dengan budaya.
Sangat menginspirasi gan...
ReplyDeleteBaca prediksi angka togel mistik oleh mbah jambrong di https://angkamistik.site/prediksi-togel-hongkong-mbah-jambrong-jitu-14-juni-2019/
ReplyDelete