Saturday, October 24, 2015

Kubur Batu Waruga, Jejak Mahakarya Zaman Megalitik Bangsa Minahasa





Jika masyarakat di tanah Toraja Sulawesi Selatan memiliki tradisi khas mengubur mayat di dalam tebing batu, masyarakat suku Minahasa, Sulawesi Utara juga pernah melakukannya tradisi unik serupa.

Masyarakat yang telah meninggal dikuburkan dalam sebuah kotak batu berongga seperti bak mandi, dan ditaruh dalam posisi meringkuk. Wadah tersebut kemudian ditutup dengan penutup berbentuk segitiga. Kubur batu tersebut kemudian disebut Waruga.

Jejak mahakarya zaman Megalitikum itu bisa ditemui di Taman Purbakala Waruga Sawangan. Taman yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Utara ini kini menjadi destinasi wisata sejarah favorit para pelancong baik dalam maupun luar negeri.

Di taman ini, ada 144 Waruga yang bisa ditemui. Dari bentuk dan motifnya, ada cerita tersendiri yang terkandung di dalamnya. Jika berkunjung, juru pelihara akan memandu dan menjelaskan history di baliknya.


Menurut catatan sejarah, Waruga mulai digunakan oleh orang Minahasa pada abad ke IX. Namun sekitar tahun 1860, kebiasaan mengubur dalam Waruga mulai dilarang oleh Belanda.

Saat itu mulai berkembang wabah pes, tipus dan kolera. Maka muncul kekhawatiran apabila orang yang dikubur membawa penyakit, maka penyakit akan menyebar melalui rembesan dari celah kotak Waruga.

Sejak saat itu masyarakat Minahasa seiring dengan perkembangan agama Kristen, mulai menguburkan jasad dalam peti mati yang ditanam dalam tanah. Dan perlahan-lahan Waruga dibiarkan begitu saja tidak terurus.

Zaman itu, hanya  orang-orang yang mempunyai kelas sosial cukup tinggi yang dikubur dalam Waruga. Dan itu ditandai lewat ukiran yang ada di penutupnya.

Motif wanita beranak menunjukkan yang dikubur adalah dukun beranak, gambar binatang menunjukkan yang dikubur dalam Waruga adalah pemburu. Penutup yang diukir gambar beberapa orang menunjukkan yang dikubur adalah satu keluarga.


Jumlah orang yang dikubur dalam waruga ditandai dengan ukiran berupa garis di samping penutup Waruga. Sementara penutup yang polos kemungkinan merupakan Waruga tua dimana saat itu belum ada kebiasaan mengukir atau memahat penutup Waruga.

Waruga di Minahasa diperkirakan hanya ada 2000 buah, karena waktu itu tak semua masyarakat dikubur dalam Waruga. Tak hanya di Sawangan, Waruga-waruga tersebar di berbagai lokasi di Minahasa.

Kecamatan Airmadidi, Minahasa Utara sebagai daerah paling sukses menyelamatkan Waruga dari kepunahan. Ketika pemerintah Belanda melarang proses penguburan tersebut, pemimpin-pemimpin wilayah langsung menyuruh warganya segera mengumpulkan Waruga-waruga yang tersebar. Alhasil, lahirlah situs Taman Purbakala Waruga Sawangan tersebut.

Untuk mengetahui barang-barang apa saja yang dikubur beserta pemilik di Waruga, sebuah rumah panggung khas Minahasa di samping makam akan menunjukkannya.


Barang-barang berupa piring, gelas dan perkakas lainnya ditaruh di dalam lemari kaca. Hanya saja, barang-barang tersebut sudah dalam keadaan tak utuh.

Sebelum masuk ke kawasan, relief proses pembuatan Waruga mulai dari pemahatan hingga diisi mayat menyambut di sisi kiri dan kanan pagar pembatas. Juga tradisi bertani masyarakat Minahasa zaman dulu.

Tak ada tarif khusus untuk masuk ke kawasan ini. Pengunjung hanya disodorkan buku tamu, kemudian menuliskan nominal partisipasi untuk operasional. Menurut juru kunci, Anton Jatuna, uang-uang yang terkumpul kemudian akan diberikan pada pemerintah.

Dari catatan buku tamu yang terpantau Rabu (20/05/2015), wisatawan yang berkunjung rata-rata adalah turis asing seperti Perancis, Inggris, Amerika, Kanada, Jepang dan beberapa negara lainnya. Wisatawan lokal juga tak kalah banyaknya.


Anton Jatuna menyebut, tokoh-tokoh besar dunia sudah pernah berkunjung ke tempat itu. "Di sini banyak yang datang. Dulu pernah datang Ratu Belanda Wihelmina di sini. Pokoknya banyak, ada juga yang lain," ucapnya singkat.
Untuk kenang-kenangan, pengelola menyediakan souvenir berupa gantungan kunci waruga kecil yang terbuat dari kayu. Bentuk gantungannya menyerupai aslinya. Karena pengunjungnya kebanyakan adalah turis, souvenir ini dijual tiga dolar per buah.

Akses ke lokasi ini mudah di jangkau. Butuh waktu sekitar satu jam berkendara dari Kota Manado. Dijangkau dengan angkutan kota juga mudah. Dari terminal Paal Dua Manado, naik angkot jurusan Paal Dua Airmadidi. Turun di terminal Airmadidi, lalu naik ojek ke lokasi.

Jika ke Sulawesi Utara, wisata sejarah ini juga menarik dikunjungi. Selain Bunaken dan pesona wisata bahari lainnya, serta berbagai kuliner, berkunjung ke Situs Purbakala Waruga akan memberi anda pengetahuan betapa kaya budaya Indonesia. 

No comments:

Post a Comment