Saturday, October 24, 2015

Mendur Bersaudara, Jurnalis yang Mengabadikan Peristiwa Detik-detik Proklamasi



Tugu Pers Mendung di Kawangkoan, Kabupaten Minahasa
Dengan pakaian putih dan peci hitam di kepalanya, Bung Karno berdiri tegak di depan standing mic. Memegang secarik kertas yang ditatapnya, dan mulutnya sedikit terbuka.

Di belakangnya berdiri Bung Hatta, seorang ajudan dan beberapa orang lainnya. Saat itu 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, yang tak lain adalah kediaman Presiden pertama Republik Indonesia tersebut.

Itu adalah pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, yang diproklamirkan oleh orang nomor satu Indonesia kala itu.

Peristiwa besar itu diabadikan pada sebuah foto, dengan balutan hitam putih. Foto itu telah mendunia dan menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia telah bebas dari jajahan bangsa asing.

Siapa yang tak kenal foto itu? Banyak di antara kita pasti pernah melihatnya. Foto itu pula yang menyebar ke negara-negara lain sebagai bentuk pengakuan Indonesia telah merdeka.

Foto itu memang dikenal, tapi siapa tangan dingin yang mengabadikannya, tak banyak orang yang tahu. Frans Soemarto Mendur adalah punggawa di balik foto itu. Saat itu ia sebagai wartawan Asia Raya.

Alex Mendur (kiri), Frans Mendur (kanan), beserta foto pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno dan pengibaran Bendera Merah Putih yang diabadikan tangan dingin Frans Mendur
Frans Mendur adalah putra asli Minahasa, Sulawesi Utara. Tak hanya Frans, adiknya Alex Impurung Mendur yang juga bekerja di Asia Raya juga turut mengabadikan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia lewat kamera jenis Leica yang digunakan keduanya.

Sebagai bentuk penghargaan terhadap keduanya, dibangun Tugu Pers Mendur di tanah kelahiran mereka di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa.

Patung keduanya dibangun berdiri di atas kamera jenis Leica yang menjadi senjata keduanya. Di sebelah kiri adalah Alex dan kanan adalah Frans.

Tugu ini diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2012, bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional yang digelar di Manado, Sulawesi Utara.

Di belakang tugu yang dicat emas ini, berdiri sebuah rumah panggung kecil khas Minahasa yang dicat putih. Di dalamnya dipajang 130 foto hasil jepretan keduanya pada masa perjuangan Indonesia dulu.


Lima foto Frans yang paling dikenal yakni pembacaan teks proklamasi oleh Bung Karno, upacara pengibaran bendera, teks proklamasi tulisan tangan asli, teks proklamasi ketikan, serta suasana upacara.

Sementara hasil karya Alex yang paling dikenal yakni penjemputan Jendral Sudirman saat perang geryla, Bandung lautan api, Konferensi Meja Bundar, Konferensi Asia-Afrika, Perjanjian Lingkar Jati, Supersemar, Bung Tomo saat memkabar semangat rakyat pada 10 November 1945.

Alex sebenarnya juga mengabadikan momen detik-detik proklamasi tersebut, hanya saja ia tertangkap tentara Jepang, yang lalu merusak filmnya. Sementara Frans lolos dari kejadian itu.

"Alex ketemu tentara Jepang, diperiksa, dan filmnya dirusak. Saat itu Frans tahu kalau film Alex dirusak. Frans lalu menyimpan kamera dan filmnya di bawah tanah, tak jauh dari kantor berita Asia Raya," ujar Pierre Mendur, penjaga museum kecil tersebut, Selasa (26/05/2015).

Setelah tiga hari dikubur, Frans lalu mengambil kembali kamera dan film yang dikuburnya. Seminggu setelah itu dicetak dan sebulan kemudian terbit di harian Asia Raya, tempat dimana keduanya bekerja.


 "Foto itu kemudian menyebar ke luar negeri, dan diakui bahwa Indonesia telah merdeka," ujar Pierre yang merupakan cucu keduanya.

130 foto yang terpasang bernuansa hitam putih, berukuran 10R. Ruangan begitu sederhana. Foto-foto itu dipajang keliling dinding ruangan. Sementara hanya ada satu papan yang berdiri di tengah.

Di situ dipajang foto close up Frans dan Alex, serta karya Frans saat detik-detik proklmasi, dan pengibaran bendera. Banyak peristiwa besar dari 130 foto itu, selain karya keduanya yang banyak dikenal.

Pierre mengatakan, masih banyak lagi karya keduanya yang tak dipajang. Bahkan menurutnya ada ribuan peristiwa masa-masa perjuangan kemerdekaan dulu. Hanya saja, rumah tersebut tak representatif untuk dipajang semuanya.

Kata dia, film asli foto-foto tersebut ada di perpustakaan nasional. Tapi lima foto terkenal karya Frans, yakni suasana detik-detik kemerdekaan ada pada keluarga. "Lima foto itu sengaja disimpan keluarga. Kamera Leica mereka juga masih ada," tuturnya.


Tugu beserta museum kecil ini dibuka untuk umum. Dibuka setiap hari, dari pukul 07.00 - 17.00 Wita. Berada di sini, pengunjung serasa dibawa kembali ke zaman foto hitam putih itu. Banyak wisatawan yang berkunjung, tapi umumnya orang luar daerah.

"Di sini banyak yang datang, tapi orang luar Sulut. Orang-orang lokal sini malah jarang. Sayangnya anak-anak sekolah juga jarang sekali. Padahal ini sangat bermanfaat," ujar Pierre lagi.

Akses ke lokasi ini sangat mudah. Jalan dalam keadaan bagus dan tepat berada di pinggir jalan raya, ketika baru memasuki Kecamatan Kawangkoan.

Dari Kota Manado, butuh sekitar 90 menit berkendara sampai ke tujuan. Tepat di sebelah kiri, tugu ini akan jelas terlihat.

Di buku-buku sejarah anak-anak Sekolah Dasar maupun tingkatan berikutnya memperlihatkan foto-foto tersebut. Tapi melihat cetakannya langsung bisa menambah pengetahuan lebih.

Terlebih di tempat ini, pengelola akan menjelaskan secara rinci cerita di balik berbagai foto karya Frans dan Alex.

No comments:

Post a Comment